Jumat, 04 Agustus 2017

Tambak Garam Teknologi Geomembran Sebagai Solusi Krisis Garam Nasional

Ilustrasi Pembuatan Garam Teknologi Geomembran

Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah Istimewa Yogyakarta berencana mengembangkan tambak garam menggunakan teknologi geomembran “high density polyethylene” sebab dinilai lebih efisien dan menguntungkan untuk produksi garam.
“Akan kami coba dengan teknologi geomembran sebab kualitas maupun kuantitas garam yang dihasilkan bisa lebih bagus,” ujar Kepala Bidang Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) DIY Suwarman Partosuwiryo pada Kamis 3-8-2017 di Yogyakarta.
Ilustrasi Tambak Garam Dengan Teknologi Geomembran

Geomembran “High Density Polyethylene” (HDPE) adalah lapisan kedap air yang dihamparkan pada lahan garam yang tahan air, korosi, minyak, asam, dan panas tinggi. Geomembran, menurut Suwarman, banyak digunakan di berbagai daerah penghasil garam seperti di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur.
Selain mampu menghasilkan garam dengan kualitas yang baik, menurut Suwarman Partosuwiryo , penggunaan lapisan dengan geomembran lebih efisien dibandingkan dengan membuat petakan permanen dari beton karena sewaktu-waktu bisa dilipat apabila tidak digunakan.
“Kita membuat garam kan tergantung sinar matahari, sehingga kalau saat musim hujan geomembran bisa dilipat dan disimpan,” ujar Suwarman Partosuwiryo .
Berdasarkan rencana yang telah disampaikan ke Gubernur DIY produksi garam dengan geomembran akan diterapkan di pesisir pantai Kabupaten Gunung Kidul, Kulon Progo, dan Bantul. Untuk tahap awal, masing-masing kabupaten akan dibuatkan 4 petak lahan garam dengan ukuran 4 X 6 meter per petak menggunakan tanah Sultan Ground (SG) dan Pakualaman Ground (PAG) khusus untuk di Kulon Progo.
“Karena di DIY tidak bisa mengandalkan pasang surut air laut, maka untuk pengambilan air laut sebagai bahan baku garam akan menggunakan pompa atau timba,” ucap Suwarman Partosuwiryo.
Dengan anggaran mencapai Rp 2.200.000 untuk pembuatan per 4 petak garam, menurut Suwarman Partosuwiryo , produksi garam itu bisa menghasilkan keuntungan Rp1.100.000-Rp 1.400.000 per bulan karena satu petaknya diperkirakan mampu memanen 16 kilogram garam per hari.
Meski demikian, sebab pada November dan Desember 2017 diperkirakan telah memasuki musim hujan, maka produksi garam baru akan dimulai pada Februari 2018. “Untuk tahun ini kami baru akan melakukan sosialisasi, memberikan pelatihan, serta menyiapkan sarana prasarananya,” kata Kepala Bidang Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) DIY Suwarman Partosuwiryo.
Suwarman Partosuwiryo menjelaskan rencana itu menyusul rencana Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan HB X agar DIY dapat memproduksi garam sendiri. Rencana Sultan itu, menurut Suwarman Partosuwiryo, cukup beralasan sebab laut di DIY, khususnya di pantai Gunung Kidul memiliki kandungan garam yang tinggi.
“Air laut di Gunung Kidul memiliki kadar garam yang bagus. Tidak ada muara sungai di sepanjang pantai Gunung Kidul sehingga air lautnya jernih sehingga bagus untuk membuat garam,” ujar Kepala Bidang Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) DIY Suwarman Partosuwiryo .

Jakartagreater

0 komentar:

Posting Komentar