|
Masjid Al Aqsa (Kubah Hitam tengah) |
Liga Arab mengatakan pembatalan penggunaan pemindai logam oleh
Israel di masjid Al-Aqsa, Yerusalem, bisa menyelesaikan krisis dengan
segera namun mendesak Israel untuk belajar dari pengalaman itu demi
mencegah kejadian serupa pada masa depan.
Perselisihan meletus setelah Israel memasang pemindai logam, kamera
dan penghalang baja di pintu masuk umat Muslim ke kompleks Al Aqsa, yang
dikenal umat Muslim sebagai Tempat Suci, menyusul pembunuhan dua polisi
Israel pada 14 Juli oleh orang Arab bersenjata, yang menyembunyikan
senjata di dalam plasa berdinding itu.
Langkah tanpa pemberitahuan itu memicu kerusuhan berhari-hari, dengan
bentrokan di jalan di Yerusalem Timur. Pasukan Israel menembak mati
empat warga Palestina dan seorang pria Palestina menusuk serta membunuh
tiga orang Israel di rumah mereka di Tepi Barat, yang diduduki Israel.
“Penarikan Israel dari tindakan provokatif dan ilegalnya memecahkan
krisis, yang mereka ciptakan,” ujar Sekretaris Jenderal Liga Arab Ahmed
Aboul Gheit pada pertemuan darurat menteri luar negeri Arab, dilansir
Reuters/Antara, 28-7-2017.
“Berurusan dengan tempat suci Islam dengan langkah tidak bersahabat
semacam itu menimbulkan ancaman nyata untuk memicu perang agama, karena
tidak ada seorang pun Muslim di dunia menerima penodaan Al-Aqsa atau
penutupannya di hadapan jamaah atau menempatkannya di bawah kendali
Israel,” kata Aboul Gheit. Kompleks ini adalah situs paling suci ketiga
dalam Islam.
“Saya meminta negara penjajah untuk mengambil pelajaran dari krisis ini dan pesan yang dibawanya,” Aboul Gheit menambahkan.
Israel merebut Jerusalem Timur, termasuk Kota Tua yang berdinding dan
kompleks al Aqsha, dalam perang Timur Tengah 1967. Israel mencaplok
area tersebut dan menyatakannya sebagai bagian dari “tak terpisahkan
dari ibu kota”, sebuah langkah yang belum pernah diakui secara
internasional.
Warga Palestina menginginkan Jerusalem Timur sebagai ibu kota negara
Palestina masa depan, dan sangat peka terhadap kehadiran pasukan
keamanan Israel di dalam dan sekitar Tempat Suci.
Keputusan Israel untuk memindahkan pemindai logam dan perangkat
keamanan lainnya menandai kemajuan yang signifikan oleh pemerintah sayap
kanan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Langkah ini mengikuti hari-hari upaya diplomatik oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa, keterlibatan utusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump
di Timur Tengah dan tekanan dari negara-negara di kawasan ini termasuk
Turki, Arab Saudi dan Jordania.
Sebelumnya Liga Arab memperingatkan Israel “bermain dengan api” atas “garis merah” Jerusalem.
Ketegangan seringkali meningkat di sekitar kawasan tersebut, yang di
dalamnya berdiri Masjid al Aqsa dan Kubah Batu Emas. Gesekan terjadi
sejak Israel merebut dan mencaplok Kota Tua, termasuk kawasan suci itu,
dalam perang Timur Tengah 1967.
Gelombang serangan jalanan oleh warga Palestina, yang dimulai pada
2015, berkurang, namun belum berhenti. Sedikit-dikitnya 255 warga
Palestina dan satu warga Yordania tewas sejak kekerasan dimulai.
Jakartagreater